KEMISKINAN
DAN ANAK JALANAN DI KOTA JAMBI
Joni Martin
Balitbangda
Provinsi Jambi
Jln.
R.M Nur Atmadibrata No. 05 Telanai Pura Jambi
Telp.0741
62455 Jambi
Abstract
This study aims to determine how the poverty impact
of the children on the street and also how the government’s role in solving the
problems of these children. This study used a qualitative approach with a
descriptive analysis, the data collection done with study literatures. The
result was the impact of poverty is affecting these children appear, this is
because the kids as one asset for parents to contribute the government has role
actively to solve the problem of the children on the streets especially the
children beggars by publishing the local regulations that prohibits giving
money directly to the beggars on the roadside, especially on the traffic light.
Keyword:The
Poverty, Street Children
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana dampak dari kemiskinan terhadap anak jalanan serta mengetahui juga
bagaimana peran pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan anak jalanan
tersebut. Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif dengan analisis
secara deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan studi pusaka. Hasil yang
ditemukan ternyata dampak kemiskinan sangat mempengaruhi munculnya anak
jalanan, karena anak dijadkan sebagai asset bagi orang tua untuk membantu
menambah perekonomiannya. Pemerintah telah berperan aktif menyelesaikan permasalahan
anak jalanan terutama pengemis dengan mengeluarkan beberapa peraturan daerah
yang melarang memberikan uang kepada pengemis secara langsung dipinggir jalan
terutama di persimpangan lampu merah.
Kata
Kunci: Kemiskinan, Anak Jalanan
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan
hidup yang diinginkan oleh siapapun, melainkan keterpaksaan yang harus di
terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi
fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah
anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional
yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia
jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan
pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek
sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan
penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar
masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar,
anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada
taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada
gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet,
cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Tak dapat
dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang1.
SUSENAS
tahun 2000 menunjukkan bahwa salah satu faktor ketidakberhasilan pembangunan
nasional dalam berbagai bidang antara lain, disebabkan oleh minimnya perhatian
pemerintah dan semua pihak terhadap eksistensi keluarga. Perhatian dan treatment
yang terfokus pada “keluarga sebagai basis dan sistem pemberdayaan” yang
menjadi pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara relatif belum menjadi
komitmen bersama dan usaha yang serius dari banyak pihak. Masyarakat dan negara
yang sehat, kuat, cerdas, dan berkualitas dipastikan karena tumbuh dan
berkembang dari dan dalam lingkungan keluarga yang sehat, kuat, cerdas dan
berkualitas. Kalimat diatas bermakna bahwa masalah anak termasuk anak jalanan
perlu adanya penanganan yang berbasis keluarga, karena keluarga adalah
penanggung jawab pertama dan utama masa depan anak-anak mereka2.
Sebagian
besar panti dan upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan anak jalanan di
Kota Jambi, secara umum yang dihadapi merupakan masalah yang sangat
kompleks, bahkan masalah ini membentuk sebuah lingkaran yang berujung dan sulit
untuk dilihat ujung pangkalnya. Kalangan aparat hukum, seperti polisi misalnya,
memandang bahwa payung kebijakan yang dapat digunakan untuk menangani anak
jalanan belum ada. Mereka sulit untuk melakukan tindakan hukum karena tidak
adanya undang-undang khusus mengenai anak jalanan, seperti misalnya Perda,
Perpu atau yang lainnya sehingga dirasa sulit untuk melaksanakan pencegahan
agar anak-anak tidak berada di jalan. Tokoh agama juga berpandangan bahwa munculnya masalah
anak jalanan merupakan wujud dari tidak optimalnya pengelolaan zakat, baik
zakat mal, zakat fitrah, dan lainnya. Mereka mengharapkan agar dana zakat dapat
dikelola sebaik mungkin dan disalurkan kepada mustahik hingga dapat
dimanfaatkan sebaik-sebaiknya oleh mereka. Kalangan akademisi juga memandang bahwa
masalah anak jalanan juga merupakan masalah yang berkaitan dengan bagaimana
hubungan antara pemerintah kota dengan daerah penyangga. Pendapat-pendapat itu
mengisyaratkan bahwa, penanganan masalah anak jalanan harus melibatkan aparat
pemerintah pada daerah penyangga2.
Penelitian terhadap anak jalanan telah banyak
dilakukan oleh para peneliti baik universitas terkemuka maupun Lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak dibidang pemerhati anak. Hanya saja penelitian yang
dilakukan jarang sekali mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah, hal ini
ditunjukkan dengan masih adanya anak jalanan yang berkeliaran terutama di
simpang-simpang lampu merah terutama pada sore dan malam hari. Anak- anak
tersebut dari pengamatan penulis berkisaran antara 6-9 tahun. Rasa iba muncul
melihat cara anak tersebut meminta dijalanan, dengan wajah tertunduk dan mata
terpejam (mengantuk) terus berjalan disamping kendaraan yang sedang berhenti di
lampu merah. Tindakan seperti ini sebenarnya sangat membahayakan jiwa sang anak
yang seharusnya berada dirumah bersama kedua orang tuanya dan belajar bersama.
Data awal yang penulis dapatkan dari kasus
ini sebenarnya sudah masuk kedalam hasil laporan penelitian yang dilaksanakan
pada tahun 2008 dan kemudian dilakukan juga penelitian pada tahun 2010 hanya
saja apa yang dilakukan oleh pakar dari universitas terkemuka di Jambi ini
masih belum di baca atau sampai ke pihak yang terkait melaksanakan pembinaan
terhadap anak jalanan.
Rumusan
Masalah
Dari permasalahan yang telah
dipaparkan diatas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
tingkat kemiskinan di Kota Jambi?.
2. Bagaimana
pula dampak kemiskinan terhadap anak jalanan?.
3. Bagaimana
tindakan pemerintah dalam penanganan masalah anak jalanan tersebut?
Tujuan
dan manfaat penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk
mendapatkan gambaran bagaimana tingkat kemiskinan di Kota Jambi?.
2. Untuk
mengetahui bagaimana dampak kemiskinan terhadap anak jalanan?.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pula tindakan pemerintah dalam penanganan masalah anak
jalanan tersebut?.
Dengan harapan nantinya bisa
dijadikan dasar bagi pemerintah dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan.
KERANGKA KONSEPTUAL
Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi yang selalu ada disetiap masa dan
disetiap tempat. Istilah kata kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang
berarti tidak berharta benda atau serba kekurangan. Kota besar baik di pusat
pemerintahan ibukota provinsi sampai dengan ibu kota kabupaten yang merupakan
induk dari pemerintahan, menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar
masyarakat untuk mencari pekerjaan dan memperoleh kemewahan. Secara bersamaan
kondisi ini tidak diimbangi dengan kemampuan SDM dan penyediaan lapangan
pekerjaan yang memadai. Kondisi ini memunculkan satu wilayah yang bukan sebuah
wilayah masyarakat sejahtera tetapi orang-orang miskin baru yang rentan akan
permasalahan3.
Pengertian lain tentang
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti
tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi
masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga
negara. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihat dari segi
moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang
telah mapan4.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, kemiskinan relative,
kemiskinan cultural dan kemiskinan absolute. Seseorang yang tergolong miskin
relative sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada
dibawah garis kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan cultural berkaitan
erat dengan sikap seseorang atau kelompok yang tidak mau berusaha memperbaiki
tngkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak
mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka
hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah “garis
kemiskinan internasional. Garis
tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak tergantung pada
tingkat pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga memperhitungkan
perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai
orang yang hidup kurang dari Rp 10.000,- perhari4.
Anak
Jalanan
Istilah anak jalanan pada awalnya mulai digunakan pada awal 1990-an
ketika chidhope dan yayasan
kesejahteraan anak Indonesia (YKAI) melakukan penelitian tentang kelompok
gelandangan anak, dan kelompok inilah yang disebut anak jalanan. Penggunaan
istilah anak jalanan diperkuat dengan keberadaan LSM yang tergabung dalam
konsorsium anak jalanan Indonesia. Pemilihan nama konsorsium ini sekaligus
meligitimasi penggunaan istilah anak jalanan di Indonesia secara luas. Penelitian
tetang anak jalanan di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1980-an dikota
besar, seperti pulau jawa. Tahun 1993 telah dilakukan penelitian antara laboratorium
antropologi UI bekerja sama dengan bagian penelitian dan pengembangan sosial Depsos
yang mengambil sampel dibeberapa kota besar di Indonesia. Pada tahun 1998
kembali dilakukan penelitian di 12 kota besar di Indonesia, akan tetapi penelitian
ini mengambil fokus terhadap perilaku seksualitas anak jalanan yang dikatakan
sebagai perilaku khas. Temuan
mengejutkan bahwa hubungan seksual oleh anak jalanan rata-rata dimulai pada
usia dibawah 12 tahun5.
Pada hakekatnya anak jalanan merupakan sebuah kategori sosial yang dapat
dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu anak yang bekerja dijalan dan anak yang hidup dijalan. Anak yang bekerja
dijalan dicirikan masih memiliki kontak dengan orang tua, mengakui keberadaan
kedua orang tuanya dan tinggal dengan orang tuanya. Anak yang hidup dijalanan
adalah anak yang sudah putus hubungan dengan orang tuanya, kategori kedua ini
merupakan perwujudan dari anak-anak yang tinggal disembarang tempat dan biasa
berpindah-pindah. Ada perbedaan difinisi dan batasan umur yang diberikan
terhadap anak jalanan. Pengertian umum yang sering digunakan bahwa anak jalanan
adalah (1) anak yang benar-benar hidup dan bekerja dijalanan dan ditelantarkan
serta lari dari keluarga (2) anak yang menjaga hubungan dengan keluarga mereka
tetapi menghabiskan waktunya dijalanan (3) anak-anak dari keluarga yang hidup
djalanan6. Zarvina yanti dalam laporan hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah anak-anak yang hidup
diperkotaan dan membantu mencari nafkah keluarga, baik dengan cara mengemis,
menjual Koran, dan semua jenis pekerjaan lainnya dijalanan7.
Batasan makna anak jalanan telah dijelaskana
dengan baik oleh peneliti-peneliti diatas, namun demikian penulis juga
memberikan batasan konsep anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak yang
bekerja dijalanan untuk mencari nafkah dengan cara mengemis, menjual Koran dan
semua pekerjaan lainnya dijalanan, yang dilakukan guna membantu orang tuanya
dan masih memiliki kontak serta mengakui keberadaan orang tuanya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang berusaha mengkaji dan
menelaah permasalahan yang timbul dengan mencari penyebab dan solusinya secara
sosiologis, kemudian dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan
di Kota Jambi pada tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui
studi kepustakaan, yaitu melalui telaah terhadap teks, Undang-undang, Jurnal,
keputusan-keputusan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas. Hasil yang didapat kemudian diperbandingkan dengan observasi langsung
terhadap objek yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran
Umum
Masyarakat Jambi yang merupakan masyarakat
heterogen terdiri dari masyarakat asli jambi, sebagian merupakan pendatang yang
berasal dari mnangkabau, batak, jawa, sunda, cina dan india. Agama terbesar
yang berasal adalah islam yang dianut sebesar 90 persen penduduknya, sedangkan
sisanya merupakan pemeluk adama Kristen, Hindu dan Budha.
Tingkat
kesejahteraan penduduk yang tercermin melalui indeks pembangunan manusia (IPM)
tahun 2009 adalah 73,4 sedangkan angka pengangguran provinsi jambi sebesar
92.772 atau setara dengan 7,8 persen penduduk provinsi jambi (data sakernas
bulan pebruari 2011). Untuk lebih jelas
dapat diperhatikan pada gambar 1 berikut:
Gambar 1.
Jumlah Penduduk miskin di kota dan desa, Provinsi
Jambi tahun 2007-2011.
Sumber data: dolah dari data BPS Provinsi
Jambi
Gambar
diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan di provinsi Jambi tahun 2007 sampai
dengan 201 untuk daerah perkotaan mengalami penurunan sementara peningkatan
terjadi di daerah desa. Angka tertinggi jumlah penduduk miskin di pedesaan
sebanyak 16451 jiwa atau 7,53 persen dari jumlah penduduk di daerah pedesaan
dan 10817 jiwa atau 11,19 persen dari jumlah penduduk didaerah perkotaan.
Jumlah penduduk miskin di kota jambi meningkat drastis sejak tahun 2007, untuk
lebih jelas dapat diperhatikan pada gambar berikut:
Gambar 2: Jumlah dan
persentase penduduk miskin, garis kemskinan, kota jambi tahun 2005-2010.
Sumber data: dolah dari data BPS Provinsi
Jambi
Gambar diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan penduduk Kota Jambi
mengalami peningkatan pada tahun 2007-2011, terutama dari tahun 2009 sampai
pada tahun 2010 yang mencapai angka 52.500 jiwa atau berkisar 9,9 persen dari
jumlah penduduk akan tetapi lebih rendah dari tahun 2008, yang mencapai 54.900
jiwa atau berkisar 11,63 persen dari jumlah penduduk tahun 2009, dengan
pendapatan perkapita perbulan berkisar Rp. 291.825,00.
Data kemiskinan di kota jambi bervariasi menurut kecamatan seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3 :
Gambar 3: Jumlah Keluarga Miskin di Kecamatan di Kota Jambi.
Sumber data: diolah dari data laporan hasil penelitian
penanggulangan Gepeng di Kota Jambi.
Gambar 3 diatas menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan tertinggi berada di
Kecamatan Jambi Selatan yaitu 1.552 jiwa atau 35 persen dari penduduk miskin di
Kota Jambi, kemudian disusul oleh Kecamatan Jambi Timur dengan jumlah 1.081
jiwa, atau 24 persen dari jumlah penduduk Kota Jambi yang terkategori miskin.
Penduduk miskin di kecamatan Telanaipura sebanyak 771 orang atau 17 persen,
Kecamatan Jelutung 719 jiwa atau 16 persen, Kecamatan Pasar Jambi 180 0rang
atau 4 persen, Kecamatan Danau Teluk 148 jiwa atau 3 persen, khusus kecamatan Kota Baru dan Pelayangan tidak
terdapat penduduk miskin.
Penduduk yang tergolong miskin ini pada
umumnya merupakan kelompok masyarkat yang belum tersentuh oleh berbegai
kebijakan pemerintah yang dikonsentrasikan secara khusus. Kelompok ini karena
kemiskinannya menyebabkan kemampuan untuk memanfaatkan bantuan yang diberikan
pemerintah menjadi sangat sulit. Khusus kemiskinan ini membuat masyarakat
memerlukan berbagai cara untuk mencukupi kebutuhan ekonomi termasuk
memanfaatkan anak sebagai asset guna dipekerjakan sebagai pengemis bahkan
dimanfaatkan sebagai alat untuk mengemis.
Peran
Keluarga dalam pendidikan anak
Keluarga pada prinsipnya merupakan dunia pertama dimana anak belajar
mengenal lingkungan disamping dunia luar. Interaksi bersama anggota-anggota
keluarga dan teman-teman sebaya yang beradaptasi dengan lingkungan luar, anak
mengetahui banyak hal tentang keberadaan dirinya. Peran keluarga adalah sebagai
wadah pertama dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sejak usia
dini, agar anak dapat memilah-milah perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Baik buruknya perilaku seorang anak cenderung
merupakan cerminan dari perilaku orang tuanya (orang terdekatnya), karena anak
cenderung meniru/ meneladani apa yang dilihat, dirasa dan dialami pada
masa-masa perkembangannya terutama dari lingkungan terdekatnya, dalam hal ini
orang tua dalam keluarga. Akibatnya bila terjadi hal-hal yang kurang pantas
pada diri anak baik dalam bersikap, berperilaku dan berbahasa, orang tua/orang
terdekatlah yang pertama kali dipermalukan.
Bagi anak, tidak ada pemberian yang lebih baik dari orang tua, kecuali
pendidikan yang baik dalam menanamkan budi pekerti yang luhur, juga bimbingan
untuk belajar mengucapkan kata-kata yang baik dan diajarkan cara untuk
menghormati orang lain serta menghormati dirinya sendiri. Faktor terpenting
sebagai upaya menanamkan tata krama dan membentuk perilaku yang baik pada anak
adalah dengan memberi contoh langsung melalui keteladanan dari sikap orang tua
sehari-hari. Melalui keteladanan anak melihat bagaimana sikap dan perilaku
orang tua ketika bergaul dengan orang yang lebih tua, lebih muda dan sebayanya
serta bagaimana caranya bersikap, bertutur kata/ berbahasa, makan, duduk, dan
berpakaian sehingga anak akan cenderung bersikap seperti itu pula10.
Dampak
kemiskinan terhadap anak
Menurut Zarvina7 dalam laporan hasil penelitiannya menyebutkan
ada 2 faktor yang melatar belakangi munculnya anak jalanan di Kota Jambi antara
lain faktor ekonomi dan faktor orang tua. Secara obyektif harus diakui bahwa
faktor ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi sosial
masyarakat terutama kalangan bawah. Pertumbuhan ekonomi yang tidak terjangkau
oleh penduduk dikalangan bawah ini akan banyak sekali melahirkan permasalahan
mendalam dan meluas hingga menyebabkan situasi menjadi teramat sulit khususnya
bagi anak-anak dan orang tua, karena jangankan untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan bagi anaknya, kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari sangat terbatas sekali. Kondisi ini menimbulkan anak sebagai
pelanjut keturunan yang dipaksa untuk bekerja membantu mencukupi kebutuhan ekonomi
keluarga. Faktor orang tua yang memberikan pendidikan terlalu keras kepada anak
dapat memberikan efek sosiologis terhadap perkembangan anak di masyarakat.
Disamping itu anak-anak pada dasarnya merupakan kelompok umur yang
paling rentan terhadap berbagai proses perubahan sosial dan ekonomi yang tengah
berlangsung. Di daerah, anak-anak seringkali menjadi korban pertama yang paling
menderita, serta terpaksa terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar
karena ketidak mampuan orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan dan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak9.
Tingkat kenakalan anak di Kota Jambi yang disebabkan oleh factor
kemiskinan berdasarkan hasil penelitian PMKS tahun 2010 tergolong tinggi.
Berdasarkan kecamatan, di Telanaipura 55 persen, Pasar Jambi 20 persen, Jambi
timur 15 persen, Jelutung dan Jambi Selatan sebanyak 5 persen dari jumlah anak
yang dikategorikan nakal di Kota Jambi.
Tabel 1. Persentase data anak nakal dan anak jalanan, serta
keluarga miskin di kecamatan di Kota Jambi
No
|
Jenis Masalah
|
Kecamatan (%)
|
Total
|
|||||||
Telanaipura
|
Pasar Jambi
|
Jelutung
|
Kota Baru
|
Danau Teluk
|
Pelayangan
|
Jambi Selatan
|
Jambi Timur
|
|||
1
|
Anak Jalanan
|
95.0
|
0.0
|
4.1
|
0.0
|
0.0
|
0.0
|
0.0
|
1.0
|
100
|
2
|
Anak Nakal
|
55.0
|
2.0
|
5.0
|
0.0
|
0.0
|
0.0
|
5.0
|
15.0
|
|
3
|
Keluarga Miskin
|
17.0
|
4.0
|
16.2
|
0.0
|
3.3
|
0.0
|
35.0
|
24.3
|
100
|
Sumber data: diolah dari data laporan hasil penelitian
penanggulangan Gepeng di Kota Jambi.
Tabel diatas menunjukkan bahwa, mayoritas (95 persen) anak jalanan dan
anak nakal berada di daerah Telanaipura Kota Jambi. Timbul satu permasalahan
menarik jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Kecamatan
Telanaipura yang hanya 17 persen.
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya
anak jalanan. Suparlan1
berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena
berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanan ekonomi dan rasa tidak
aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang
diduga dapat memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitasnya. Pendapat yang
sama juga diungkapkan oleh Sadli1
bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap
timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (structural dan peribadi), faktor
keterbatasan kesempatan kerja (factor
intern dan ekstern),
faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi
dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Anak jalanan di Kota Jambi yang tersebar di daerah telanaipura dari
beberapa hasil penelitian rata-rata berprofesi sebagai penjual koran, pengemis
dan pengamen namun ada juga yang berfropesi sebagai penjual koran sambil
mengamen. Anak-anak yang berjualan Koran umumnya memulai aktivitas disimpang
lampu merah dimulai pada jam 6 pagi hingga jam 12 Wib. Hasil wawancara dengan
riko mengatakan bahwa, biasanya sudah bangun sejak jam 5 untuk antri mengambil
Koran di agen. Dari pengamatan, usia anak penjual Koran rata-rata berumur 12
tahun dan mereka rata-rata tidak bersekolah. Berbeda dengan anak- anak yang
bekerja sebagai pengamen, kegiatan mereka rata-rata dimulai pada siang hari
sampai dengan malam hari, anak-anak ini rata-rata masih berstatus siswa Sekolah
dasar. Hal ini sebagaimana yang dituturkan hendri “saya pulang dari sekolah,
ganti baju makan kemudian langsung ke jalanan. Disamping penjual Koran dan
pengamen anak pengemis mayoritas menguasai jalanan, akan tetapi terkadang
anak-anak pengemis hanya beraksi ketika bulan ramadhan, pada hari-hari biasa
anak-anak pengemis lebih cendrung bekerja sebagai pengamen.
Hasil perbandingan data dan fakta diatas dimana tingkat kemiskinan yang
tinggi mempunyai dampak berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak jalanan,
akan tetapi keberadaan anak jalanan di suatu daerah tidak dapat lihat
berdasarkan data jumlah penduduk miskin di daerah tersebut, karena keberadaan
anak jalanan terkait dengan kondisi kepadatan arus aktivitas diwilayah
tersebut.
Tindakan
Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan Anak Jalanan Di Kota Jambi.
Anak jalanan dengan berbagai aktivitasnya di jalanan
merupakan produk dari inkonsistensi penerapan sanksi hukum bagi mereka yang
dinilai melanggar ketertiban, keamanan dan kenyamanan. Keadaan ini disebabkan
belum adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan sanksi
hukum yang jelas bagi mereka yang mengganggu ketertiban, keamanan dan
kenyamanan di jalanan atau di fasilitas umum lainnya. Akibatnya adalah turun ke
jalan menjadi salah satu solusi serta kebiasaan, yang semakin melembaga bagi anak
yang terdesak dan merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan keluarganya.
Kondisi ini akan diperburuk karena umumnya mereka berdomisili di daerah kumuh
yang padat/penuh sesak dengan situasi dan kondisi yang berada di bawah standar.
Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak
pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta1 misalnya, sejak tahun 1998
telah mencanangkan program rumah singgah. Bagi mereka disediakan rumah
penampungan dan pendidikan. Hal ini pernah juga dilakukan oleh Pemerintah
daerah Kota Jambi, yang pada tahun 2010 juga telah ditetapkan sebagai kota
layak anak. Hanya saja model pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, mendorong
anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Beberapa LSM yang juga concern pada masalah ini,
kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Namun demikian,
dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat
terbatas sungguh tidak memadai. Kondisi ini diterpuruk karena munculnya
indikasi ”komersialisas” anak
jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan hanya berorientasi
pada profit semata.
Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja
menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara keseluruhan.
Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan
secara sporadic, sektoral dan
temporal serta
kurang terencana dan terintegrasi secara baik, akibatnya efektivitas penanganan menjadi tidak
maksimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
Angka kemiskinan
di Kota Jambi terus meningkat semenjak tahun 2007-2010, peningkatan terjadi
karena efek dari gejala perubahan ekonomi dan oleh sebagian masyarakat
merupakan kondisi yang sangat vital dan tidak bisa diikuti, hal ini menyebabkan
keterpurukan semakin bertambah.
2.
Anak dijadikan
sarana untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan ekonomi, tingkat sebaran
anak jalanan yang tidak merata dan mayoritas (90 persen) menjadikan
permasalahan baru dimana tingkat kemiskinan yang tinggi mempunyai dampak
terhadap tumbuh kembangnya anak jalanan, akan tetapi keberadaan anak jalanan di
suatu daerah tidak dapat dilihat berdasarkan data jumlah penduduk miskin di
daerah tersebut, karena keberadaan anak jalanan terkait dengan kondisi
kepadatan arus aktivitas diwilayah tersebut serta mobilitas anak jalanan yang
datang dari wilayah lain.
3.
Pemerintah
Kota Jambi melalui dinas PMKS telah banyak sekali melakukan tindakan-tindakan
untuk mencegah terjadinya imbas kemiskinan berupa anak jalanan dan anak nakal,
salah satunya berupa rumah tinggal. Usaha lain yang telah dilakukan berupa
pembentukan perda tentang pengentasan masalah anak dan kemiskinan.
Saran
Adapun saran
yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Peningkatan angka kemiskinan sejak tahun
2005-2010 merupakan permasalahan sosial yang harus dituntaskan secara merata
oleh pemerintah. Jika dibiarkan tanpa ditindak lanjuti secara tepat sasaran
akan berimbas pada semakin banyaknya anak yang akan dijadikan sarana untuk
membantu pendapatan ekonomi.
2. Pemerintah sebaiknya lebih tegas dalam
pelaksanaan dan pembinaan anak jalanan, karena anak jalanan pada saat ini
melakukan perubahan aktivitas biasa pada siang hari berubah ke malam hari.
3. Sosialisasi kepada orang tua sebaiknya terus
gencar dilakukan baik melalui tokoh mayarakat, yakni tokoh adat dan agama juga
sebaiknya dilibatkan guru pendidik bagi anak yang masih berstatus siswa.
DAFTAR PUSTAKA
1 Warta warga. student journalism di akses pada tanggal 1 maret 2012
melalui http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/makalah-sospol-3-anak-jalanan/.
2 Saputra, H. “Masalah anak
jalanan” di akses pada tanggal 25
februari 2012 melalui. http://harjasaputra.wordpress.com/ tahun 2007.
3 Yenni S.
2007.”Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan” Lex
Jurnalica vol 4 no 3:158-167.
4 Faktor penyebab kemiskinan di akses pada tanggal 1 maret 2012 melalui http://www.scribd.com/doc/30565394/Faktor-Penyebab-Kemiskinan.
5 Wahid khozim, “Pendidikan Keagamaan Pada Komunitas Anak Jalanan” jurnal penelitian
pendidikan agama dan keagamaan volume 6 nomor 3 juli-september 2008.
6 Sri Tjahjorini Sugiharto. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Anak Jalanan Di Bandung,Bogor
Dan Jakarta” di akses pada tanggal 9
Maret 2012 melalui.http://www.depsos.go.id/unduh/Sri_Tjahjorini_Sugiharto.pdf.
7 Zarfina Yanti, dkk” laporan
Penelitian Anak Jalanan di simpang Lampu merah Telanaipura Kota Jambi” IAIN
Sultan thaha jambi 2008.
8 Mukhlis, dkk. 2011. “Laporan Penelitian Pengembangan Unit
Pengelola Kegiatan (Upk) Dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (Pnpm-Mp) Di Provinsi Jambi”. Balitbang Kementrian dalam Negeri.
9 Dasril Radjab, dkk. 2010. Laporan Penelitian
“Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis Dalam Persfektif Kebijakan Daerah
Kota Jambi”. Fakultas Hukum Universitas Jambi.
10 Bagong S, 2008.“Pengarusutamaan hak anak didaerah”
Jurnal dinamika HAM vol 8 No. 3 edisi September-desember 2008 : 179-196.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar