Rabu, 02 Mei 2012


KEMISKINAN DAN ANAK JALANAN DI KOTA JAMBI
Joni Martin
Balitbangda Provinsi Jambi
Jln. R.M Nur Atmadibrata No. 05 Telanai Pura Jambi
Telp.0741 62455 Jambi


Abstract

This study aims to determine how the poverty impact of the children on the street and also how the government’s role in solving the problems of these children. This study used a qualitative approach with a descriptive analysis, the data collection done with study literatures. The result was the impact of poverty is affecting these children appear, this is because the kids as one asset for parents to contribute the government has role actively to solve the problem of the children on the streets especially the children beggars by publishing the local regulations that prohibits giving money directly to the beggars on the roadside, especially on the traffic light.
Keyword:The Poverty, Street Children
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak dari kemiskinan terhadap anak jalanan serta mengetahui juga bagaimana peran pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan anak jalanan tersebut. Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif dengan analisis secara deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan studi pusaka. Hasil yang ditemukan ternyata dampak kemiskinan sangat mempengaruhi munculnya anak jalanan, karena anak dijadkan sebagai asset bagi orang tua untuk membantu menambah perekonomiannya. Pemerintah telah berperan aktif menyelesaikan permasalahan anak jalanan terutama pengemis dengan mengeluarkan beberapa peraturan daerah yang melarang memberikan uang kepada pengemis secara langsung dipinggir jalan terutama di persimpangan lampu merah.
Kata Kunci: Kemiskinan, Anak Jalanan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang diinginkan oleh siapapun, melainkan  keterpaksaan yang harus di terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung  berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang1.
SUSENAS tahun 2000 menunjukkan bahwa salah satu faktor ketidakberhasilan pembangunan nasional dalam berbagai bidang antara lain, disebabkan oleh minimnya perhatian pemerintah dan semua pihak terhadap eksistensi keluarga. Perhatian dan treatment yang terfokus pada “keluarga sebagai basis dan sistem pemberdayaan” yang menjadi pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara relatif belum menjadi komitmen bersama dan usaha yang serius dari banyak pihak. Masyarakat dan negara yang sehat, kuat, cerdas, dan berkualitas dipastikan karena tumbuh dan berkembang dari dan dalam lingkungan keluarga yang sehat, kuat, cerdas dan berkualitas. Kalimat diatas bermakna bahwa masalah anak termasuk anak jalanan perlu adanya penanganan yang berbasis keluarga, karena keluarga adalah penanggung jawab pertama dan utama masa depan anak-anak mereka2.
Sebagian besar panti dan upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan anak jalanan di Kota Jambi, secara umum yang dihadapi merupakan masalah yang sangat kompleks, bahkan masalah ini membentuk sebuah lingkaran yang berujung dan sulit untuk dilihat ujung pangkalnya. Kalangan aparat hukum, seperti polisi misalnya, memandang bahwa payung kebijakan yang dapat digunakan untuk menangani anak jalanan belum ada. Mereka sulit untuk melakukan tindakan hukum karena tidak adanya undang-undang khusus mengenai anak jalanan, seperti misalnya Perda, Perpu atau yang lainnya sehingga dirasa sulit untuk melaksanakan pencegahan agar anak-anak tidak berada di jalan. Tokoh agama  juga berpandangan bahwa munculnya masalah anak jalanan merupakan wujud dari tidak optimalnya pengelolaan zakat, baik zakat mal, zakat fitrah, dan lainnya. Mereka mengharapkan agar dana zakat dapat dikelola sebaik mungkin dan disalurkan kepada mustahik hingga dapat dimanfaatkan sebaik-sebaiknya oleh mereka. Kalangan akademisi juga memandang bahwa masalah anak jalanan juga merupakan masalah yang berkaitan dengan bagaimana hubungan antara pemerintah kota dengan daerah penyangga. Pendapat-pendapat itu mengisyaratkan bahwa, penanganan masalah anak jalanan harus melibatkan aparat pemerintah pada daerah penyangga2.
Penelitian terhadap anak jalanan telah banyak dilakukan oleh para peneliti baik universitas terkemuka maupun Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pemerhati anak. Hanya saja penelitian yang dilakukan jarang sekali mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah, hal ini ditunjukkan dengan masih adanya anak jalanan yang berkeliaran terutama di simpang-simpang lampu merah terutama pada sore dan malam hari. Anak- anak tersebut dari pengamatan penulis berkisaran antara 6-9 tahun. Rasa iba muncul melihat cara anak tersebut meminta dijalanan, dengan wajah tertunduk dan mata terpejam (mengantuk) terus berjalan disamping kendaraan yang sedang berhenti di lampu merah. Tindakan seperti ini sebenarnya sangat membahayakan jiwa sang anak yang seharusnya berada dirumah bersama kedua orang tuanya dan belajar bersama.
Data awal yang penulis dapatkan dari kasus ini sebenarnya sudah masuk kedalam hasil laporan penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan kemudian dilakukan juga penelitian pada tahun 2010 hanya saja apa yang dilakukan oleh pakar dari universitas terkemuka di Jambi ini masih belum di baca atau sampai ke pihak yang terkait melaksanakan pembinaan terhadap anak jalanan.
Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang telah dipaparkan diatas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.    Bagaimana tingkat kemiskinan di Kota Jambi?.
2.    Bagaimana pula dampak kemiskinan terhadap anak jalanan?.
3.    Bagaimana tindakan pemerintah dalam penanganan masalah anak jalanan tersebut?




Tujuan dan manfaat penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.    Untuk mendapatkan gambaran bagaimana tingkat kemiskinan di Kota Jambi?.
2.    Untuk mengetahui bagaimana dampak kemiskinan terhadap anak jalanan?.
3.    Untuk mengetahui bagaimana pula tindakan pemerintah dalam penanganan masalah anak jalanan tersebut?.
Dengan harapan nantinya bisa dijadikan dasar bagi pemerintah dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan.

KERANGKA KONSEPTUAL
Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi yang selalu ada disetiap masa dan disetiap tempat. Istilah kata kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang berarti tidak berharta benda atau serba kekurangan. Kota besar baik di pusat pemerintahan ibukota provinsi sampai dengan ibu kota kabupaten yang merupakan induk dari pemerintahan, menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar masyarakat untuk mencari pekerjaan dan memperoleh kemewahan. Secara bersamaan kondisi ini tidak diimbangi dengan kemampuan SDM dan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Kondisi ini memunculkan satu wilayah yang bukan sebuah wilayah masyarakat sejahtera tetapi orang-orang miskin baru yang rentan akan permasalahan3.
Pengertian lain tentang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihat dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan4.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, kemiskinan relative, kemiskinan cultural dan kemiskinan absolute. Seseorang yang tergolong miskin relative sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada dibawah garis kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan cultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau kelompok yang tidak mau berusaha memperbaiki tngkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah “garis kemiskinan internasional. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari Rp 10.000,- perhari4.

Anak Jalanan
Istilah anak jalanan pada awalnya mulai digunakan pada awal 1990-an ketika chidhope dan yayasan kesejahteraan anak Indonesia (YKAI) melakukan penelitian tentang kelompok gelandangan anak, dan kelompok inilah yang disebut anak jalanan. Penggunaan istilah anak jalanan diperkuat dengan keberadaan LSM yang tergabung dalam konsorsium anak jalanan Indonesia. Pemilihan nama konsorsium ini sekaligus meligitimasi penggunaan istilah anak jalanan di Indonesia secara luas. Penelitian tetang anak jalanan di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1980-an dikota besar, seperti pulau jawa. Tahun 1993 telah dilakukan penelitian antara laboratorium antropologi UI bekerja sama dengan bagian penelitian dan pengembangan sosial Depsos yang mengambil sampel dibeberapa kota besar di Indonesia. Pada tahun 1998 kembali dilakukan penelitian di 12 kota besar di Indonesia, akan tetapi penelitian ini mengambil fokus terhadap perilaku seksualitas anak jalanan yang dikatakan sebagai perilaku khas. Temuan mengejutkan bahwa hubungan seksual oleh anak jalanan rata-rata dimulai pada usia dibawah 12 tahun5.
Pada hakekatnya anak jalanan merupakan sebuah kategori sosial yang dapat dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu anak yang bekerja dijalan dan anak yang hidup dijalan. Anak yang bekerja dijalan dicirikan masih memiliki kontak dengan orang tua, mengakui keberadaan kedua orang tuanya dan tinggal dengan orang tuanya. Anak yang hidup dijalanan adalah anak yang sudah putus hubungan dengan orang tuanya, kategori kedua ini merupakan perwujudan dari anak-anak yang tinggal disembarang tempat dan biasa berpindah-pindah. Ada perbedaan difinisi dan batasan umur yang diberikan terhadap anak jalanan. Pengertian umum yang sering digunakan bahwa anak jalanan adalah (1) anak yang benar-benar hidup dan bekerja dijalanan dan ditelantarkan serta lari dari keluarga (2) anak yang menjaga hubungan dengan keluarga mereka tetapi menghabiskan waktunya dijalanan (3) anak-anak dari keluarga yang hidup djalanan6. Zarvina yanti dalam laporan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah anak-anak yang hidup diperkotaan dan membantu mencari nafkah keluarga, baik dengan cara mengemis, menjual Koran, dan semua jenis pekerjaan lainnya dijalanan7.
Batasan makna anak jalanan telah dijelaskana dengan baik oleh peneliti-peneliti diatas, namun demikian penulis juga memberikan batasan konsep anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak yang bekerja dijalanan untuk mencari nafkah dengan cara mengemis, menjual Koran dan semua pekerjaan lainnya dijalanan, yang dilakukan guna membantu orang tuanya dan masih memiliki kontak serta mengakui keberadaan orang tuanya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang berusaha mengkaji dan menelaah permasalahan yang timbul dengan mencari penyebab dan solusinya secara sosiologis, kemudian dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jambi pada tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan, yaitu melalui telaah terhadap teks, Undang-undang, Jurnal, keputusan-keputusan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Hasil yang didapat kemudian diperbandingkan dengan observasi langsung terhadap objek yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Masyarakat Jambi yang merupakan masyarakat heterogen terdiri dari masyarakat asli jambi, sebagian merupakan pendatang yang berasal dari mnangkabau, batak, jawa, sunda, cina dan india. Agama terbesar yang berasal adalah islam yang dianut sebesar 90 persen penduduknya, sedangkan sisanya merupakan pemeluk adama Kristen, Hindu dan Budha.
Tingkat kesejahteraan penduduk yang tercermin melalui indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2009 adalah 73,4 sedangkan angka pengangguran provinsi jambi sebesar 92.772 atau setara dengan 7,8 persen penduduk provinsi jambi (data sakernas bulan pebruari 2011).  Untuk lebih jelas dapat diperhatikan pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Jumlah Penduduk miskin di kota dan desa, Provinsi Jambi tahun 2007-2011.





Sumber data: dolah dari data BPS Provinsi Jambi
Gambar diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan di provinsi Jambi tahun 2007 sampai dengan 201 untuk daerah perkotaan mengalami penurunan sementara peningkatan terjadi di daerah desa. Angka tertinggi jumlah penduduk miskin di pedesaan sebanyak 16451 jiwa atau 7,53 persen dari jumlah penduduk di daerah pedesaan dan 10817 jiwa atau 11,19 persen dari jumlah penduduk didaerah perkotaan. Jumlah penduduk miskin di kota jambi meningkat drastis sejak tahun 2007, untuk lebih jelas dapat diperhatikan pada gambar berikut:
Gambar 2: Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemskinan, kota jambi tahun 2005-2010.






Sumber data: dolah dari data BPS Provinsi Jambi
Gambar diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan penduduk Kota Jambi mengalami peningkatan pada tahun 2007-2011, terutama dari tahun 2009 sampai pada tahun 2010 yang mencapai angka 52.500 jiwa atau berkisar 9,9 persen dari jumlah penduduk akan tetapi lebih rendah dari tahun 2008, yang mencapai 54.900 jiwa atau berkisar 11,63 persen dari jumlah penduduk tahun 2009, dengan pendapatan perkapita perbulan berkisar Rp. 291.825,00.
Data kemiskinan di kota jambi bervariasi menurut kecamatan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 :

Gambar 3: Jumlah Keluarga Miskin di Kecamatan di Kota Jambi.







Sumber data: diolah dari data laporan hasil penelitian penanggulangan Gepeng di Kota Jambi.
Gambar 3 diatas menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan tertinggi berada di Kecamatan Jambi Selatan yaitu 1.552 jiwa atau 35 persen dari penduduk miskin di Kota Jambi, kemudian disusul oleh Kecamatan Jambi Timur dengan jumlah 1.081 jiwa, atau 24 persen dari jumlah penduduk Kota Jambi yang terkategori miskin. Penduduk miskin di kecamatan Telanaipura sebanyak 771 orang atau 17 persen, Kecamatan Jelutung 719 jiwa atau 16 persen, Kecamatan Pasar Jambi 180 0rang atau 4 persen, Kecamatan Danau Teluk 148 jiwa atau 3 persen, khusus  kecamatan Kota Baru dan Pelayangan tidak terdapat penduduk miskin.
Penduduk yang tergolong miskin ini pada umumnya merupakan kelompok masyarkat yang belum tersentuh oleh berbegai kebijakan pemerintah yang dikonsentrasikan secara khusus. Kelompok ini karena kemiskinannya menyebabkan kemampuan untuk memanfaatkan bantuan yang diberikan pemerintah menjadi sangat sulit. Khusus kemiskinan ini membuat masyarakat memerlukan berbagai cara untuk mencukupi kebutuhan ekonomi termasuk memanfaatkan anak sebagai asset guna dipekerjakan sebagai pengemis bahkan dimanfaatkan sebagai alat untuk mengemis.
Peran Keluarga dalam pendidikan anak
Keluarga pada prinsipnya merupakan dunia pertama dimana anak belajar mengenal lingkungan disamping dunia luar. Interaksi bersama anggota-anggota keluarga dan teman-teman sebaya yang beradaptasi dengan lingkungan luar, anak mengetahui banyak hal tentang keberadaan dirinya. Peran keluarga adalah sebagai wadah pertama dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sejak usia dini, agar anak dapat memilah-milah perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Baik buruknya perilaku seorang anak cenderung merupakan cerminan dari perilaku orang tuanya (orang terdekatnya), karena anak cenderung meniru/ meneladani apa yang dilihat, dirasa dan dialami pada masa-masa perkembangannya terutama dari lingkungan terdekatnya, dalam hal ini orang tua dalam keluarga. Akibatnya bila terjadi hal-hal yang kurang pantas pada diri anak baik dalam bersikap, berperilaku dan berbahasa, orang tua/orang terdekatlah yang pertama kali dipermalukan.
Bagi anak, tidak ada pemberian yang lebih baik dari orang tua, kecuali pendidikan yang baik dalam menanamkan budi pekerti yang luhur, juga bimbingan untuk belajar mengucapkan kata-kata yang baik dan diajarkan cara untuk menghormati orang lain serta menghormati dirinya sendiri. Faktor terpenting sebagai upaya menanamkan tata krama dan membentuk perilaku yang baik pada anak adalah dengan memberi contoh langsung melalui keteladanan dari sikap orang tua sehari-hari. Melalui keteladanan anak melihat bagaimana sikap dan perilaku orang tua ketika bergaul dengan orang yang lebih tua, lebih muda dan sebayanya serta bagaimana caranya bersikap, bertutur kata/ berbahasa, makan, duduk, dan berpakaian sehingga anak akan cenderung bersikap seperti itu pula10.

Dampak kemiskinan terhadap anak
Menurut Zarvina7 dalam laporan hasil penelitiannya menyebutkan ada 2 faktor yang melatar belakangi munculnya anak jalanan di Kota Jambi antara lain faktor ekonomi dan faktor orang tua. Secara obyektif harus diakui bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat terutama kalangan bawah. Pertumbuhan ekonomi yang tidak terjangkau oleh penduduk dikalangan bawah ini akan banyak sekali melahirkan permasalahan mendalam dan meluas hingga menyebabkan situasi menjadi teramat sulit khususnya bagi anak-anak dan orang tua, karena jangankan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anaknya, kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sangat terbatas sekali. Kondisi ini menimbulkan anak sebagai pelanjut keturunan yang dipaksa untuk bekerja membantu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Faktor orang tua yang memberikan pendidikan terlalu keras kepada anak dapat memberikan efek sosiologis terhadap perkembangan anak di masyarakat.
Disamping itu anak-anak pada dasarnya merupakan kelompok umur yang paling rentan terhadap berbagai proses perubahan sosial dan ekonomi yang tengah berlangsung. Di daerah, anak-anak seringkali menjadi korban pertama yang paling menderita, serta terpaksa terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidak mampuan orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan perlindungan dan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak9.
Tingkat kenakalan anak di Kota Jambi yang disebabkan oleh factor kemiskinan berdasarkan hasil penelitian PMKS tahun 2010 tergolong tinggi. Berdasarkan kecamatan, di Telanaipura 55 persen, Pasar Jambi 20 persen, Jambi timur 15 persen, Jelutung dan Jambi Selatan sebanyak 5 persen dari jumlah anak yang dikategorikan nakal di Kota Jambi.

Tabel 1. Persentase data anak nakal dan anak jalanan, serta keluarga miskin di kecamatan di Kota Jambi
No
Jenis Masalah
Kecamatan (%)
Total
Telanaipura
Pasar Jambi
Jelutung
Kota Baru
Danau Teluk
Pelayangan
Jambi Selatan
Jambi Timur
1
Anak Jalanan
95.0
0.0
4.1
0.0
0.0
0.0
0.0
1.0
100
2
Anak Nakal
55.0
2.0
5.0
0.0
0.0
0.0
5.0
15.0
3
Keluarga Miskin
17.0
4.0
16.2
0.0
3.3
0.0
35.0
24.3
100
Sumber data: diolah dari data laporan hasil penelitian penanggulangan Gepeng di Kota Jambi.
Tabel diatas menunjukkan bahwa, mayoritas (95 persen) anak jalanan dan anak nakal berada di daerah Telanaipura Kota Jambi. Timbul satu permasalahan menarik jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Kecamatan Telanaipura yang hanya 17 persen.
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Suparlan1 berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitasnya. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sadli1 bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (structural dan peribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Anak jalanan di Kota Jambi yang tersebar di daerah telanaipura dari beberapa hasil penelitian rata-rata berprofesi sebagai penjual koran, pengemis dan pengamen namun ada juga yang berfropesi sebagai penjual koran sambil mengamen. Anak-anak yang berjualan Koran umumnya memulai aktivitas disimpang lampu merah dimulai pada jam 6 pagi hingga jam 12 Wib. Hasil wawancara dengan riko mengatakan bahwa, biasanya sudah bangun sejak jam 5 untuk antri mengambil Koran di agen. Dari pengamatan, usia anak penjual Koran rata-rata berumur 12 tahun dan mereka rata-rata tidak bersekolah. Berbeda dengan anak- anak yang bekerja sebagai pengamen, kegiatan mereka rata-rata dimulai pada siang hari sampai dengan malam hari, anak-anak ini rata-rata masih berstatus siswa Sekolah dasar. Hal ini sebagaimana yang dituturkan hendri “saya pulang dari sekolah, ganti baju makan kemudian langsung ke jalanan. Disamping penjual Koran dan pengamen anak pengemis mayoritas menguasai jalanan, akan tetapi terkadang anak-anak pengemis hanya beraksi ketika bulan ramadhan, pada hari-hari biasa anak-anak pengemis lebih cendrung bekerja sebagai pengamen.
Hasil perbandingan data dan fakta diatas dimana tingkat kemiskinan yang tinggi mempunyai dampak berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak jalanan, akan tetapi keberadaan anak jalanan di suatu daerah tidak dapat lihat berdasarkan data jumlah penduduk miskin di daerah tersebut, karena keberadaan anak jalanan terkait dengan kondisi kepadatan arus aktivitas diwilayah tersebut.


Tindakan Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan Anak Jalanan Di Kota Jambi.
Anak jalanan dengan berbagai aktivitasnya di jalanan merupakan produk dari inkonsistensi penerapan sanksi hukum bagi mereka yang dinilai melanggar ketertiban, keamanan dan kenyamanan. Keadaan ini disebabkan belum adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan sanksi hukum yang jelas bagi mereka yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan di jalanan atau di fasilitas umum lainnya. Akibatnya adalah turun ke jalan menjadi salah satu solusi serta kebiasaan, yang semakin melembaga bagi anak yang terdesak dan merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan keluarganya. Kondisi ini akan diperburuk karena umumnya mereka berdomisili di daerah kumuh yang padat/penuh sesak dengan situasi dan kondisi yang berada di bawah standar.
Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta1 misalnya, sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan. Hal ini pernah juga dilakukan oleh Pemerintah daerah Kota Jambi, yang pada tahun 2010 juga telah ditetapkan sebagai kota layak anak. Hanya saja model pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Beberapa LSM yang juga concern pada masalah ini, kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Namun demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai. Kondisi ini diterpuruk karena munculnya indikasi ”komersialisas” anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.
Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan secara sporadic, sektoral dan temporal serta kurang terencana dan terintegrasi secara baik,  akibatnya efektivitas penanganan menjadi tidak maksimal.




SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.      Angka kemiskinan di Kota Jambi terus meningkat semenjak tahun 2007-2010, peningkatan terjadi karena efek dari gejala perubahan ekonomi dan oleh sebagian masyarakat merupakan kondisi yang sangat vital dan tidak bisa diikuti, hal ini menyebabkan keterpurukan semakin bertambah.
2.      Anak dijadikan sarana untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan ekonomi, tingkat sebaran anak jalanan yang tidak merata dan mayoritas (90 persen) menjadikan permasalahan baru dimana tingkat kemiskinan yang tinggi mempunyai dampak terhadap tumbuh kembangnya anak jalanan, akan tetapi keberadaan anak jalanan di suatu daerah tidak dapat dilihat berdasarkan data jumlah penduduk miskin di daerah tersebut, karena keberadaan anak jalanan terkait dengan kondisi kepadatan arus aktivitas diwilayah tersebut serta mobilitas anak jalanan yang datang dari wilayah lain.
3.      Pemerintah Kota Jambi melalui dinas PMKS telah banyak sekali melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya imbas kemiskinan berupa anak jalanan dan anak nakal, salah satunya berupa rumah tinggal. Usaha lain yang telah dilakukan berupa pembentukan perda tentang pengentasan masalah anak dan kemiskinan.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1.    Peningkatan angka kemiskinan sejak tahun 2005-2010 merupakan permasalahan sosial yang harus dituntaskan secara merata oleh pemerintah. Jika dibiarkan tanpa ditindak lanjuti secara tepat sasaran akan berimbas pada semakin banyaknya anak yang akan dijadikan sarana untuk membantu pendapatan ekonomi.
2.    Pemerintah sebaiknya lebih tegas dalam pelaksanaan dan pembinaan anak jalanan, karena anak jalanan pada saat ini melakukan perubahan aktivitas biasa pada siang hari berubah ke malam hari.
3.    Sosialisasi kepada orang tua sebaiknya terus gencar dilakukan baik melalui tokoh mayarakat, yakni tokoh adat dan agama juga sebaiknya dilibatkan guru pendidik bagi anak yang masih berstatus siswa.

DAFTAR PUSTAKA

1   Warta warga. student journalism di akses pada tanggal 1 maret 2012 melalui http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/makalah-sospol-3-anak-jalanan/.
2   Saputra, H. “Masalah anak jalanan” di akses  pada tanggal 25 februari 2012 melalui. http://harjasaputra.wordpress.com/ tahun 2007.
3   Yenni S. 2007.”Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan” Lex Jurnalica vol 4 no 3:158-167.
4   Faktor penyebab kemiskinan di akses  pada tanggal 1 maret 2012 melalui http://www.scribd.com/doc/30565394/Faktor-Penyebab-Kemiskinan.
5   Wahid khozim, “Pendidikan Keagamaan Pada Komunitas Anak Jalanan” jurnal penelitian pendidikan agama dan keagamaan volume 6 nomor 3 juli-september 2008.
6   Sri Tjahjorini Sugiharto. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Anak Jalanan Di Bandung,Bogor Dan Jakarta”  di akses pada tanggal 9 Maret 2012 melalui.http://www.depsos.go.id/unduh/Sri_Tjahjorini_Sugiharto.pdf.
7   Zarfina Yanti, dkk” laporan Penelitian Anak Jalanan di simpang Lampu merah Telanaipura Kota Jambi” IAIN Sultan thaha jambi 2008.
8   Mukhlis, dkk. 2011. “Laporan Penelitian Pengembangan Unit Pengelola Kegiatan (Upk) Dalam Program Nasional  Pemberdayaan Masyarakat  Mandiri Perdesaan  (Pnpm-Mp) Di Provinsi Jambi”. Balitbang Kementrian dalam Negeri.
9   Dasril Radjab, dkk. 2010. Laporan Penelitian “Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis Dalam Persfektif Kebijakan Daerah Kota Jambi”. Fakultas Hukum Universitas Jambi.
10                   Bagong S, 2008.“Pengarusutamaan hak anak didaerah” Jurnal dinamika HAM vol 8 No. 3 edisi September-desember 2008 : 179-196.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Data blankspot